Senin, 16 Mei 2011

Ketika Bumi Mengeluh

Bumi mengeluh. Namun, bukan karena umurnya yang sudah berjuta – juta tahun. Bumi mengeluh. Beberapa tahun ini dia didaulat Allah untuk sedikit memberantakkan dirinya. Bumi patuh saja. Sudah beberapa kali dia membuat berantakan dirinya. Dia mengibaskan ombak di lautan yang tenang dan membuat samudera beriak dan beberapa kali timbul tsunami. Dia berulang – ulang menggoyang tubuhnya dan menciptakan gempa. Sering dia meniup angin yang tenang sehingga terjadi badai dan angin rebut. Berkali – kali juga dia bermain dengan gunung – gunung berapi di kulitnya, membuat mereka meletus di sana – sini. Bumi mengeluh karena capai memberantakkan dirinya? Ternyata tidak.

Bumi senang – senang saja memberantakkan dirinya. Dia merasa terlalu anteng beberapa milenium ini. Namun, dia mengeluhkan manusia. Manusia? Kenapa bumi mengeluhkan manusia?


Suatu hari bumi berkesempatan untuk berbincang – bincang dengan Allah.


"Ya Allah. Maafkan hamba-Mu ini jika hamba lancang. Namun, bolehkah hamba mengajukan pertanyaan kepada-Mu Rabbku Yang Maha Mengetahui segala sesuatu?"


 
Tersenyum simpul seakan sudah tahu, Allah menjawab bumi, "Apa yang ingin kau ketahui wahai bumi, hamba-Ku?


"Sudah beberapa waktu ini Engkau memberi hamba kebebasan untuk sedikit menggeliat. Dan hamba sangat sadar bahwa selama beberapa waktu ini juga hamba telah menyebabkan apa yang disebut oleh kaum manusia sebagai bencana kepada mereka. Hamba melakukan ini karena hamba patuh kepada-Mu wahai Dzat Yang Maha Kuasa."


"Hamba hanya ingin mengerti. Kenapa Engkau membiarkan umat manusia dalam bencana ini? Bukankah mereka itu makhluk paling sempurna yang pernah Engkau ciptakan, Ya Rabb? Bukankah dari kaum mereka kekasih-Mu, Nabi Muhammad SAW, berasal?"


"Wahai bumi, tahukah kau alasan penciptaanmu?" Allah balik bertanya kepada bumi.


"Demi nama – nama baik-Mu Tuhanku, hamba hanya mengerti untuk menjalankan tugas yang Kau berikan dengan hamba sebaik mungkin. Hamba tidak tahu apa tujuan dari perintah-Mu agar hamba mengelilingi bintang panas itu dalam waktu yang singkat jika dibandingkan dengan teman – teman hamba. Hamba juga tidak mengerti kenapa Engkau menyuruh hamba untuk berputar – putar di tempat. Hamba hanya patuh kepada apa yang Kau perintahkan, Ya Rabb."


Allah tersenyum lagi mendengar jawaban polos dari bumi. Ya, meskipun sudah melakukan hal yang sama selama berjuta – juta tahun, hamba-Nya yang satu ini masih saja taat dan tidak banyak bertanya. Namun, Allah tahu. Ini hanya sebuah awal dari bumi untuk menyampaikan apa yang dia ingin dia sampaikan


"Aku menciptakanmu wahai bumi, lengkap dengan udara yang dapat dihirup manusia kapan saja, dengan pohon – pohon dan hewan – hewan yang dapat manusia konsumsi, penuh dengan sumber kekayaan yang tidak akan habis dalam hitungan ribuan tahun, penuh dengan keindahan – keindahan yang tersebar dalam tiap sudut badanmu, dan lengkap dengan misteri – misteri sehingga manusia perlu menggunakan akalnya untuk memahami misteri itu."

 
"Aku menciptakanmu, dan tidak hanya kau, agar manusia dapat melihat kebesaran-Ku, agar manusia mensyukuri dan tidak tinggi hati terhadap pencapaian mereka, agar manusia tahu bahwa mereka adalah komponen kecil dari sebuah sistem besar yang berusaha mereka pelajari, agar mereka juga sadar bahwa sebuah kata pendek, yaitu "Keseimbangan" sangat besar artinya bagi mereka."


Bumi mengangguk – angguk, "Ya Rabb, yang hamba mengerti dari penjelasan-Mu tadi adalah bahwa hamba diciptakan agar manusia dapat belajar. Belajar tentang kebesaran-Mu, belajar bersyukur, belajar untuk berilmu, dan belajar untuk mendapatkan keseimbangan dalam hidup mereka."


"Namun, jika Engkau begitu peduli dengan mereka sehingga Engkau bahkan menciptakan aku yang begitu kompleks ini hanya agar manusia itu belajar, kenapa sekarang Engkau menimpakan bencana pada mereka? Hamba sadar betul selama hamba menggeliat beberapa waktu ini telah banyak kaum manusia yang mati dan juga tidak sedikit dari mereka yang bahkan mengutuk dan mencaci – maki Engkau karena bencana yang Engkau timpakan pada mereka. Hamba bosan dengan apa yang hamba dengar dari tiap mulut manusia yang mengeluarkan cacian Ya Rabb. Hamba juga bosan dengan manusia yang hanya bisa melempar dan melepas tanggung jawab mereka atas saudara mereka. Mereka hanya bisa ribut tentang apa yang mereka akan rencanakan tanpa bisa merealisasikan rencana itu. Dan hamba bosan dengan ulah manusia yang mengulangi lagi kesalahan mereka setelah mereka berulang kali diingatkan."


Allah hanya tersenyum lagi mendengar pertanyaan dan pernyataan hamba-Nya ini. Lalu Dia menjawab,


"Tahukah engkau bumi? Aku menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna dengan memberikan mereka akal, pikiran, dan perasaan. Mereka begitu sempurna sehingga mereka pun menjadi satu – satunya makhluk yang dapat mengingkari-Ku, melupakan-Ku, bahkan menghilangkan-Ku."


"Apa yang Kuperintahkan kepadamu adalah untuk membuat manusia kembali ingat. Ingat betapa lemah mereka, ingat betapa kecil mereka, ingat betapa agung Dzat Yang Maha Pencipta yang telah menciptakan mereka."


Segera bumi kembali menjawab, "Apa yang telah hamba timbulkan kepada kaum manusia memang membuat sebagian dari mereka ingat. Hamba sendiri yang menyaksikan hal itu. Namun, bagaimana dengan mereka yang tetap ingkar dan kufur kepada-Mu?


Allah menjawab, "Aku tidak pernah merugi karena kekufuran ciptaan-Ku. Apa yang Kulakukan hanyalah mengingatkan mereka, baik dengan lembut maupun dengan keras. Aku tidak pernah merasa kekurangan jika ada satu juta dari kaum manusia mengingkari dan mengkufuri-Ku."


"Aku bahkan tidak perlu menunjukkan lagi betapa manusia itu begitu lemah dengan segala kesempurnaan mereka karena mereka sendiri seharusnya sudah tahu. Mereka bahkan tidak berdaya saat kau bergejolak wahai bumi. Mereka bahkan tidak bisa membuat waktu tunduk pada mereka. Apa itu tidak cukup untuk mereka agar mereka tidak sadar dengan kelemahan mereka?"


Pertanyaan Allah kali ini membuat bumi terdiam. Sebenarnya, Allah tidak memerlukan jawaban dari bumi. Dia-lah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu. Dia-lah Yang Maha Berencana. Dia-lah Yang Maha Mencipta. Lama bumi terdiam. Allah kemudian melanjutkan.


"Aku juga mengingatkan manusia tentang awal dan akhir. Manusia kadang melupakan bagaimana sebuah awal dan bahkan sama sekali tidak mengingat akan adanya sebuah akhir. Mereka terlalu berpikir pada apa yang kerjakan sekarang sehingga mereka lupa bahwa mereka tidak kekal. Akan ada akhir bagi sebuah awal. Dan juga akan ada awal bagi sebuah akhir. Begitu juga denganmu, wahai bumi hambaku."


Bumi tersentak. Dan dia hanya berucap, "Maha Suci Allah, Tuhan Seru Sekalian Alam. Segala Puji Bagi Allah. Engkau Yang Maha Berkehendak. Hamba hanya bisa mengerjakan apa yang Engkau amanahkan pada hamba sebaik yang hamba mampu."


Bumi tidak lagi mengeluh. Walaupun dia setiap kali mendengar cacian manusia, dia juga tahu bahwa ada manusia yang masih sabar dan tetap mensyukuri apa yang telah diberikan oleh Allah kepada mereka. Bumi juga mengetahui satu hal lagi. Manusia memang makhluk yang paling sempurna ciptaan Rabbnya, tapi manusia tetap harus mencari sebuah keseimbangan dalam hidupnya agar manusa dapat melihat apa yang telah Allah sajikan pada mereka dengan rasa syukur dan rendah hati.


"Cuma keseimbangan," gumam bumi " satu kata sederhana yang sangat sulit dicapai bahkan oleh makhluk ciptaan paling sempurna sekalipun."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar