Selasa, 28 Juni 2011

Jodoh Itu . . . . .

“Terus, kalau misalnya nggak jadi sama dia, kamu bakal gimana, Much?”

Entah sudah berapa kali pertanyaan itu terlontar dari teman – temanku. Seperti biasa, pertanyaan seputar akhwat idaman untuk seorang pendamping hidup. Dan aku sendiri pun kadang bingung, teman – teman sering menjadikanku sebagai tempat curhat masalah kegalauan hati karena ada akhwat yang memenuhi pikiran, padahal aku pun sering mengalami masalah yang sama. Apa mereka berpikir bahwa aku ini sudah mantap dengan pilihanku? Padahal aku sama sekali tidak mengatakan akan segera mengkhitbah akhwat manapun. Ya ampun.

“Wah, kok tanyanya bakalan gimana? Jelas dong, ikhlaskan saja. Hlawong sudah jadi punyanya orang lain kok. Masa’ mau diminta?” jawabku sambil lalu saja dan kuambil majalah terbitan Rohis SMA bulan ini dari rak masjid sekolah di dekatku.

Senin, 27 Juni 2011

Dalam Prasangka

Kadang kau salah
Mengartikan satu wajah
Di kacamu terpancar sebuah lelah
Isi hati sebenar tabah


Kadang kau ragu
Sangka tetes embun itu ciu
Terbiaskan satu sebuah ambigu
Membunga nista di buket rancu


Kadang kau benar
Tuk membanjir lesung dalam nanar
Melayar agung suci berbinar
Karna kargo benar terkumpul tak buyar

Selasa, 14 Juni 2011

Di Gerbang Terakhir

Rangkanya remuk. Dan dagingnya tidak lagi mencerminkan sebuah jalinan otot yang biasa terlihat saat seorang manusia bergerak. Sungai merah mengalir dari kepalanya, entah darimana hulu sungai itu. Sungai itu sangat deras. Tak pelak, parasnya yang tertera tidak lagi sama seperti foto pada tanda pengenal. Dia terbatuk. Mulutunya terisikan liur bercampur darah. Bagi orang lain yang melihat, darah itu tidak akan diketahui asal – usulnya. Namun, diat tahu organ dalam yang pecah adalah penyebab darah itu. Entah hati, lambung, ginjal, atau usus, tapi dia jelas masih merasakan denyut jantung dalam setiap tarikan napasnya yang semakin melemah.

Dia terbatuk lagi. Megap – megap, dia merasakan darah di mulutnya mulai masuk lagi ke kerongkongan dan tenggorokan. Dia tahu waktunya sudah dekat. Dan dia melihat tangan kanannya. Namun, bukan karena ingin dia melakukan itu. Lehernya terasa sangat berat, bahkan hanya untuk sekedar digerakkan untuk menoleh saja. Kepala itu sudah terkulai, dan mata itu memang mengarah ke tangan kanan miliknya. Dia melihat tangan kanannya. Bentuk tangan itu tidak lagi pada wajar. Bagian siku ke bawah sudah berbalik kea rah yang tidak seharusnya. Dia melihat sebuah luka besar. Luka itu dengan tegar menganga, memperlihatkan tulang putihnya yang tercemar merah darah.

Minggu, 12 Juni 2011

Bahwa

Bahwa di dalam diriku
Aku selalu lupa melihat
Sajak – sajak kosong
Terlupa telah terbuang Cuma


Bahwa di sekitar aku
Tidak lagi pernah mendengar
Sentuhan jiwa yang hangat
Cuma ingin yang terkotori


Bahwa sebuah dunia tempatku
Aku tidak lagi merasa
Kebaikan – kebaikan terikat
Tinggal ceceran harapan semu

Malam Itu - cerita yang lain

Resi tidak lagi takut. 

Takut tentang keburukan sikapnya yang telah merusak hati wanita itu. Resi tahu wanita itu telah tahu. Tahu tentang rasa yang telah tumbuh dan mulai layu. Rasa yang layu karena tidak terjaga dan terpupuk dengan baik. 

Dan kini rasa itu Cuma menjadi bongkahan kecil dalam hati. Bongkahan yang sebenarnya berharga. Hanya saja Resi lupa. Lupa seberapa harga bongkahan itu. Lupa bagaimana niatannya dulu saat bongkahan itu cuma tergeletak di sudut ruang hatinya. 

Namun, Resi telah sadar. Resi menempatkan bongkahan itu dalam sebuah kotak mungil bertatahkan emas. Cukup kecil saja, kata Resi. 

Karena sekarang Resi telah sadar. Bahwa kotak yang lebih besar adalah hak untuk seorang wanita. Hak untuk semua memori dan cerita yang akan tersimpan. Semua memori dan cerita bersama wanita yang akan menemani sisa hidupnya. Dalam sebuah berkah.

Senin, 06 Juni 2011

Sajak Bisu Merpati

Kau mungkin tidak tahu.

Bahwa aku tidak pernah jatuh tanpa tidak memikirkanmu.
Bahwa aku tidak pernah nyenyak tidur saat kau sedang gundah.
Bahwa aku tidak pernah mengecap nikmat sajian dunia jika kau sendiri lupa untuk menarik napas sejenak.

Kau mungkin tidak tahu.
Seberapa keringat yang aku rampas untuk sekedar tahu bagaimana kabarmu.
Seberapa harga yang aku beri untuk melihat teduh matamu.
Seberapa besar hatiku saat aku tahu bahwa kau sedang tersenyum.

Kau mungkin tidak tahu.
Bagaimana hatiku bertransformasi menjadi puing – puing saat aku tahu aku telah menyakitimu.
Bagaimana otakku terus berputar ketika aku tahu kau sedang dalam kebingungan.
Bagaimana aku ingin mendekapmu di saat kau rapuh.

Kau mungkin tidak tahu.


Minggu, 05 Juni 2011

Sonata Musisi Jalanan

Sesak keringat sengat debu cuma berlalu

Bahkan dingin pelukan angin malam kau trabas

Cuma modal gitar kecil suara cempreng

Kakimu rajin lincah dari satu bus ke satu bus


Sonata Hitam Putih

Akan selalu berpalingkah?
Di mana Sang Putih berdiri?
saat tempat damai tiada lagi
terpenuhi abu - abu mencaci
ternilai niat yang tak lagi suci

Di mana Si Hitam terpatut?
karena sarkastik selalu mengikut
menghujan perih dalam hati yang berlutut
dalam sebilah pisau bernama rasa takut

Sabtu, 04 Juni 2011

Sonata Pencuri Berdasi

Perlulah uang untuk dasi baru
Tak tahukah kau pencuri berdasi?
Namamu tercaci termaki mulut kami
saat kau injak saudara senegeri
dan perut buncitmu terisi darah tak terberi

Hei pencuri berdasi!
Sudah kau makan hak kami
tak acuh pada kata busukmu kami
mati hidupmu kami tak peduli



Malam Itu

Malam itu seperti biasanya. Selimut langit yang hitam berhiaskan indah bintang dan senyuman rembulan. Malam itu seperti biasanya, aktivitas sudah terlihat lengang karena orang – orang mulai kembali ke peraduannya, menjelajah alam mimpi. Malam itu seperti biasanya, Resi duduk di atap rumahnya, merenung.

Malam itu seperti biasanya. Ia berbicara dengan dua temannya di depan pos satpam sekolahnya dulu. Tidak bisa dilukiskan seperti apa warna hati Resi pada malam itu. Sebuah fakta yang pahit menjangkau permukaan dan menampar dirinya dengan keras. Dan Resi merasa sangat bodoh. Malam itu seperti biasanya, hanya saja terpaut oleh puluhan ribu detak waktu yang telah berlalu.

“Huft, salahku ya? Kenapa tidak sadar lebih awal? Kenapa juga aku tidak berusaha memperbaiki diri?” ia bertanya lagi pada dirinya. Dan entah sudah berapa kali pertanyaan yang sama memenuhi sunyi malam itu. 

Dan entah sudah berapa kali benak Resi berjalan kembali ke masa malam itu.

“Mas itu sebenarnya baik kok, cuma mungkin kebiasaan mas kadang tidak pas. Dan itulah yang menyebabkan dia merasa sebal sama mas.”

“Kalau menurutku sebaiknya mulai sekarang kamu lebih berpikir lagi sebelum bertindak, Res. Karena kamu tidak akan pernah tahu akibat dari tindakanmu, kan?”

Selama ini, Resi tidak pernah merasa takut berbicara tentang mimpi karena ia selalu percaya semakin banyak orang yang tahu semakin banyak pula doa yang terucap. Dulu, saat masih duduk di bangku SMP, ia selalu bercerita tentang mimpi untuk melanjutkan sekolah di salah satu SMA favorit di kota. Mimpi itu pun menjadi kenyataan. Dan saat SMA, Resi tidak pernah ragu untuk bercerita tentang mimpi untuk melanjutkan studi ke salah satu perguruan tinggi ternama. Mimpi itu pun kembali menjadi kenyataan.

Dan malam ini, ada satu mimpi yang menjadi sumber renungan Resi. Mimpi ini adalah mimpi Resi tentang hati. Tentang separuh agama yang harus dilengkapi. Tentang sebuah keluarga. Mimpi Resi ini adalah mimpi tentang seorang wanita.

Masalah Pilihan


Pernah dihadapkan pada sekelompok pilihan di saat yang bersamaan? Saat kita harus memilih salah satu dari sekian banyak pilihan yang tersedia, dan pilihan – pilihan itu cuma tersedia saat itu? Atau pernah mendapat amanah yang berjubel beserta tuntutan amanah tersebut untuk segera dipenuhi yang kadang membuat kita pusing menentukan prioritas? Atau pernah kita berhadapan dengan pilihan yang akan menentukan bagaimana hidup kita akan berjalan? Suatu pilihan yang nantinya akan berdampak besar bagi diri kita?

Saya yakin. Jawaban pernah akan terucap dari mulut kita saat ditanya seperti itu.

Namun, pernahkah kita berpikir?

Akan selalu ada kebaikan yang datang dari setiap pilihan yang kita ambil.

Masalah kebaikan itu akan datang mengambil bentuk apa, kita memang tidak akan pernah tahu.

Contoh saja, beberapa minggu yang lalu saya sudah berjanji kepada kabid Infomed IMMSI untuk ikut dalam LDK terakhir IMMSI sebelum masa kepengurusan berakhir pada hari sabtu dan minggu. Namun, menjelang hari keberangkatan, saya malah dibuat galau dengan adanya tugas dari dosen yang mendesak untuk diselesaikan. Sesiang itu, akhirnya saya izin pada Kabid dengan alasan ada tugas dari dosen yang mendesak untuk segera diselesaikan. Tentu ada rasa tidak enak di hati, apalagi saya juga tidak pernah ikut acara tersebut. Dan ternyata dengan saya tidak ikut pun, tugas tersebut tidak bisa selesai pada waktunya.
*infomed IMMSI adalah bagian informasi dan media Ikatan Mahasiswa Muslim Akuntansi

Namun, ternyata kebaikan dari pilihan saya itu datang juga. Pada sabtu malam, saya membuka grup Katy All Years di jejaring sosial facebook. Rupanya ada post yang berisikan pembahasan mengenai kedatangan adik – adik SMA N 1 Yogyakarta yang baru saya mengikuti ICYS di Rusia dan dijadwalkan datang hari minggu sore di bandara Soekarno - Hatta. Dan ternyata guru Pembina yang bertugas untuk menjemput mereka berhalangan hadir. Akhirnya, saya memberanikan diri jadi relawan untuk menjemput mereka untuk diantar ke rumah salah satu alumni SMA 1 di daerah Bintaro, walaupun saya sendiri tidak pernah ke bandara Soekarno – Hatta. Dan Alhamdulillah, mereka berdua pun dapat diantarkan dengan selamat sampai tempat persinggahan di Bintaro.

Dan selain itu, pada sabtu malamnya juga. Ada seorang teman yang datang ke kos. Ada perlu untuk curhat rupanya. Alhamdulillah, saya dapat menjadi pendengar yang baik dan sedikit banyak dapat memberi solusi untuk beliau.

Contoh di atas cuma berupa contoh kecil betapa Dia tidak akan menyia – nyiakan pilihan hamba – Nya yang dibuat dalam kebaikan.

Dan dengan membuat sebuah pilihan, kita tidak hanya belajar tentang berharganya setiap momen dalam hidup, tetapi juga menyadarkan kita bahwa tidak semua pilihan dapat kita ambil walaupun pilihan tersebut baik.

Memang, kita akan pusing menentukan prioritas jika itu tentang amanah. Namun, kenapa kita tidak bisa dengan mudah percaya bahwa Dia akan menunjukkan pada kita kebaikan dari prioritas yang kita ambil?

Bahkan saat pilihan itu menjadi sesuatu yang pahit. Bahkan saat pilihan itu menjadi sesuatu yang membuat kita bersedih. Bahkan saat pilihan itu akan membuat kita kehilangan. Percayalah bahwa selama pilihan itu kita buat dalam kebaikan, kebaikan dari pilihan itu akan datang dan membuat kita tersenyum.

Karena Dia selalu mengetahui apa yang dibutuhkan hamba – Nya. Karena Dia akan selalu adil pada hamba – Nya yang bisa berlaku adil.

Hapusan Kalbu Pada Waktu

Tak urung langkah yang terpijak terlampaui
Terkuak memori indah masa – masa terbuai
Silaukah mata batin yang kau buka dulu?
Sehingga lupa kau melihat seperti apa aku

Usahlah kau ada selalu di sisi
Urung aku di sini tak menanti
Bahwa hati ini tak akan tertaut ke lain kalbu
Bumikan rasa hati terbangkan jiwa ke langit biru